NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANLITE104

Final Turnamen Ramadan: Masih Bertahan atau Sudah Gugur?

MEDIA AN NUUR─Ramadan ibarat sebuah turnamen sepak bola. Dari awal bulan, kita semua masuk ke babak penyisihan, berjuang dengan semangat tinggi dalam ibadah. Kini, kita telah sampai di 10 hari terakhir, babak final yang menentukan. Apakah kita masih bertahan dengan kekuatan penuh, atau justru sudah kelelahan dan gugur di babak-babak sebelumnya?

Inilah saatnya kita memperkuat langkah, bukan malah mengendur. Semakin dekat ke garis finis, seharusnya semakin besar semangat kita. Rasulullah ﷺ bahkan meningkatkan ibadahnya di 10 hari terakhir ini lebih dari hari-hari sebelumnya.

وَكَانَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

"Ketika memasuki sepuluh hari terakhir (Ramadan), beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan keluarganya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ridwan Arif Nur Hidayat
Kultum Subuh oleh Ridwan Arif Nur Hidayat

Menjaga semangat hingga akhir membutuhkan istikamah, yakni konsistensi dalam ibadah, meskipun kecil. Jangan sampai kita hanya bersemangat di awal Ramadan lalu melemah di tengah jalan. Istikamah lebih Allah sukai daripada ibadah besar yang hanya dilakukan sekali. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus-menerus meskipun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim)

Misalnya, membaca Al-Qur’an satu lembar setiap hari lebih baik daripada membaca satu juz di hari pertama lalu berhenti sampai akhir Ramadan. Konsistensi lebih utama daripada kuantitas yang tidak bertahan lama.

Bagaimana perasaan kita saat menjalani Ramadan? Apakah kita masih bersemangat, atau justru merasa Ramadan berjalan begitu saja tanpa makna? Seharusnya kita senang dengan kesempatan besar ini dan sedih jika Ramadan berlalu tanpa perubahan berarti dalam diri kita.

Jangan sampai Ramadan berakhir, tapi kita masih sama seperti sebelumnya—tanpa peningkatan dalam ibadah dan akhlak. Sebaliknya, kita harus berusaha agar Ramadan benar-benar mengubah kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Istikamah tidak hanya di bulan Ramadan, tapi harus menjadi gaya hidup. Kita ingin akhir hidup kita dalam keadaan husnul khatimah, bukan su'ul khatimah. Sebab, bagaimana kita hidup, begitulah kemungkinan besar akhir hidup kita. Oleh karena itu, mari kita biasakan terus beribadah dan mendekat kepada Allah.

Allah telah mengingatkan kita dalam Surat Al-‘Ashr bahwa orang-orang yang tidak memanfaatkan waktunya untuk beramal saleh termasuk orang yang merugi.

وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Demi waktu! Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran." (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Ramadan adalah momen emas untuk memperbanyak amal saleh. Jangan sia-siakan waktu yang ada, karena kita tidak tahu apakah masih bisa bertemu Ramadan berikutnya. Mari kita berlomba-lomba dalam kebaikan dan memohon ampunan atas dosa-dosa kita.

Semoga kita menjadi pemenang di turnamen Ramadan ini, dan bukan sekadar peserta yang gugur sebelum mencapai garis finis. Aamiin.

Kultum Subuh di Masjid An Nuur Sidowayah pada 22 Maret 2025, disampaikan oleh Ridwan Arif Nur Hidayat, santri Ponpes Qoryatul Qur'an asal Ngepung, Karanganyar, Weru, yang melaksanakan Iktikaf Ramadan 1446 H

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822