MEDIA AN NUUR─Jelang Ramadan kita dianjurkan berdoa agar bisa bertemu bulan suci ini. Selain berdoa juga harus diiringi ikhtiar agar bisa benar-benar bisa sampai pada Ramadan dan beribadah dengan sebaik-baiknya di dalamnya.
Kita harus mengenali fisik kita. Kalau kita minum es teh sering jadi flu, kebanyakan kopi jadi pusing, dan sebagainya, maka seyogianya kita menghindarinya sebagai ikhtiar agar sehat menyambut tamu mulia ini. Memang, sehat dan umur adalah urusan Allah, tapi kita tetap berkewajiban mengusahakannya.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَا مُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)
Kewajiban puasa di bulan Ramadan memerlukan kondisi fisik yang bugar. Dengan begitu kita bisa berpuasa dengan lebih berkualitas. Tentu saja juga butuh persiapan ruhiyah, agar tidak terjebak pada kerugian, berpuasa hanya mendapat lapar dan dahaga.
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR An-Nasa’i)
![]() |
Ustaz Harjanto sampaikan tentang puasa dan yang menghilangkan pahalanya |
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ الصِّيَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
“Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji.” (HR. Muslim)
Dua hadis ini menekankan bahwa esensi puasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga perilaku dan hati. Hadis pertama mengingatkan bahwa ada orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala, karena puasanya hanya sebatas menahan lapar tanpa menjaga akhlak dan perbuatan.
Sementara itu, hadis kedua menjelaskan bahwa puasa yang benar adalah menahan diri dari segala bentuk ucapan dan perbuatan yang sia-sia dan buruk. Dengan demikian, puasa yang diterima oleh Allah adalah puasa yang tidak hanya secara fisik menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga lisan dan perilaku agar tetap dalam kebaikan.
اِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ اَنْ تَشِيْعَ الْفَا حِشَةُ فِى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَهُمْ عَذَا بٌ اَلِيْمٌ ۙ فِى الدُّنْيَا وَا لْاٰ خِرَةِ ۗ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ وَاَ نْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur 24: Ayat 19)
Ayat ini mengajarkan agar kita menjaga lisan dan tidak menyebarkan keburukan, karena itu bisa mendatangkan azab. Hal ini sejalan dengan hadis tentang puasa, yang menekankan bahwa puasa bukan hanya menahan lapar, tetapi juga menjaga ucapan dan perilaku.
Jika seseorang berpuasa tetapi tetap berkata buruk atau menyebarkan keburukan, puasanya bisa sia-sia. Jadi, puasa yang benar harus disertai dengan akhlak yang baik. Inilah yang harus menjadi perhatian kita bersama, agar puasa bisa berhasil menjadikan kita insan bertakwa.
Salah satu poin yang disampaikan Ustaz Harjanto (MT PDM Sukoharjo) pada pengajian Ahad Pagi, 9 Februari 2025 di Gedung Dakwah Muhammadiyah Weru (Kalisige, Karakan, Weru)