NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANLITE104

Tafsir Surat Al Furqan Ayat 1 dan 2: Memahami Makna Takdir

MEDIA AN NUUR─Rukun iman yang terakhir adalah iman kepada takdir. Baik itu takdir yang kita senangi ataupun yang tidak kita senangi. Iman kita sering lemah ketika bertemu dengan takdir yang tidak kita sukai, kita sering menyebutnya celaka, musibah, dan sebagainya.

Memahami takdir, maka ayat yang bisa direnungkan adalah Surat Al Furqan ayat 1 dan 2. Kajian kali ini adalah tafsir dari dua ayat awal surat urutan 25 tersebut. Mari kita simak selengkapnya.

Surat Al Furqan Ayat 1 dan 2

تَبٰـرَكَ الَّذِيْ نَزَّلَ الْـفُرْقَا نَ عَلٰى عَبْدِهٖ لِيَكُوْنَ لِلْعٰلَمِيْنَ نَذِيْرًا . ٱلَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهٗ تَقْدِيْرًا

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia), yang memiliki kerajaan langit dan Bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.” (QS. Al Furqan 25: Ayat 1-2)

Al Furqan adalah nama lain dari Al-Qur’an, yang diturunkan kepada hamba Allah yang paling dekat dengan-Nya. Al-Qur’an turun bukan untuk diri Nabi ﷺ saja, tapi juga peringatan bagi seluruh umat.

Ustaz Muh Saifudin Sangen
Ustaz Saifudin menyampaikan kajian tafsir  Al Furqan 1-2

Yang menurunkan Al-Qur’an adalah penguasa langit dan bumi. Allah ﷻ tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dalam kekuasaan-Nya tak ada yang membantu atau sekutu. Menciptakan dan memberi rezeki, Dia bekerja sendiri.

Allah ﷻ menciptakan segala sesuatu, baik benda mati atau benda hidup, di langit, di bumi, atau di laut, berbagai jenisnya, maka semua tercipta sesuai takaran yang tepat.

Takaran itu misalnya, tinggi orang Indonesia telah Allah ﷻ sesuaikan dengan perawakan dan wajahnya, lebih perasa, dan sebagainya. Itu kecenderungan yang Allah ﷻ ciptakan menyesuaikan kadar atau ukurannya.

Memahami Qada

Dalam beriman kepada takdir, kita hendaknya beriman kepada takdir baik yang kita sukai atau tidak disukai. Juga iman kepada qada. Apa itu qada?

Qada itu, kita diciptakan sebagai laki-laki misalnya, meski memakai lipstik, memakai baju wanita, bahkan operasi plastik sekalipun, maka sifat azalinya tetap tak bisa berubah. Ia tidak mungkin bisa haid. Dan ketika meninggal, maka ia tetap disalatkan sebagai laki-laki.

Contoh lain dari qada, adalah setiap yang bernyawa pasti mati. Takdir azali ini tidak bisa diubah. Meski bermacam usaha dilakukan tetap saja ketentuan ini pasti terjadi, kematian akan datang.

Contoh lagi, kita hidup di masa sekarang, maka tak bisa kita minta diubah hidup di zaman Nabi. Atau minta dihidupkan di zaman mendatang. Ini tidak bisa, dan inilah qada.

Memahami Takdir

Lalu bagaimana dengan takdir? Takdir adalah sesuatu yang masih bisa diusahakan. Misal kematian itu kepastian, tapi kita bisa mengusahakan mau mati dalam keadaan apa dan bagaimana.

Mau mati di medan perang, mau mati dalam keadaan Islam, dan sebagainya. Ini bisa diusahakan. Kita bahkan diajarkan agar berdoa agar bisa mati dalam husnul khatimah.

Termasuk jodoh adalah takdir yang bisa diusahakan. Makanya Nabi menyuruh menikahi wanita karena agamanya, dari 4 alasan yaitu harta, keturunan, kecantikan dan agama. Jadi ini adalah upaya yang bisa diusahakan. Keputusan terakhir itulah yang kita serahkan pada Allah ﷻ semata.

Kajian malam Sabtu
Peserta kajian menyimak penjelasan Ustaz

Kita diberikan kesempatan ikhtiar. Mau jadi PNS, mau jadi pengusaha, mau jadi pejabat, mau jadi ulama, dan sebagainya. Maka ikhtiar itu ada sebagai kesempatan. Ikhtiar bisa diiringi dengan doa memohon pada Allah ﷻ.

Kita dikaruniai Allah ﷻ punya 1 kepala 2 kaki 2 tangan. Kita imani itu sebagai qada. Sementara untuk takdir, kepala mau diisi ilmu yang baik atau keburukan, maka itu pilihan. Tangan dan kaki mau dipakai untuk apa, ini pilihan menuju takdirnya.

Santri bercita-cita jadi hafiz Qur’an, maka usahanya adalah menghafal dan murajaah. Ketika akhirnya ia berhasil jadi seorang yang hafiz maka inilah takdir baik.

Tapi ada juga yang sampai lulus tidak sesuai target 30 juz. Maka ini namanya takdir yang meleset dari keinginan. Ketika itu sudah jadi hasil akhir, maka Rasulullah menganjurkan syukur dan sabar.

Kegagalan itu tetap kita terima dengan sabar. Tetap husnuzan pada Allah ﷻ karena Dia pasti menyiapkan takdir lain yang akan dianugerahkan untuk kita.

Takdir baik hendaklah disyukuri, dan takdir yang meleset dari ikhtiar hendaknya disikapi dengan bersabar. Jadi jangan hanya mengimani ketika hasilnya baik saja.

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Jangan tersesat dengan menyalahkan Allah ﷻ atas melesetnya takdir yang kita usahakan. Orang inilah yang disebut telah berputus asa dari rahmat Allah ﷻ. Ini adalah sifat orang tak percaya takdir.

Puncak iman seseorang adalah ketika ia mampu mengimani takdir yang tidak sesuai dengan keinginannya, meskipun telah mengikhtiarkan dengan sepenuh hati sekuat tenaga.

Sikap berpikir positif ini akan mendatangkan anugerah lain yang telah Allah ﷻ siapkan. Ada hal-hal yang tidak kita pahami, yang menjadi rahasia dari Allah ﷻ, sehingga kita tak mampu menjangkaunya. Maka husnuzan pada ketentuan Allah ﷻ adalah keniscayaan sebagai mukmin.

Nabi ﷺ saja yang sangat dekat dengan Allah ﷻ, menginginkan syahid dengan ikut memimpin perang. Namun, sampai terluka sedemikian parah dalam perang saja, beliau tidak gugur. Takdir beliau memang tidak wafat dalam perang, tapi di pangkuan istrinya. Inilah takdir yang meleset dari keinginan Nabi ﷺ.

إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ  

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra'd: Ayat 11)

Jadi ketika kita mau menjadi sesuatu maka ia harus bergerak dan berproses menuju arah tersebut. Tanpa usaha tersebut maka takdir itu tak akan menjadi miliknya. Jadi sebenarnya Islam itu logis.

Kajian Malam Sabtu di Gedung Dakwah Kalisige, pada Jumat, 27 Oktober 2023, disampaikan oleh Ustaz Muhammad Saifudin, Lc, M.Ag, mudir PPM Sangen.

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822