MEDIA AN NUUR─Selasa, 23 Mei 2023. Pengajian rutin dua pekanan warga Sidowayah RT 02 RW 06. Pengajian dipandu oleh Pak Wakhid yang juga memulai dengan memimpin bersama membaca kitab suci, melanjutkan Surat Ali Imran ayat 102 sampai 109.
Pertemuan kali ini bertempat di rumah Bapak Basrowi-Ibu Yuli. Tausiah disampaikan oleh Ustaz Fauzan, yang mengawali dengan membacakan salah satu ayat dalam Al-Qur’an berikut ini.
وَلَوْ جَعَلْنٰهُ قُرْاٰ نًا اَعْجَمِيًّا لَّقَا لُوْا لَوْلَا فُصِّلَتْ اٰيٰتُهٗ ۗ ءَاَعْجَمِيٌّ وَّعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا هُدًى وَّشِفَآءٌ ۗ وَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ فِيْۤ اٰذَا نِهِمْ وَقْرٌ وَّهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۗ اُولٰٓئِكَ يُنَا دَوْنَ مِنْ مَّكَا نٍۢ بَعِيْدٍ
“Dan sekiranya Al-Qur'an Kami jadikan sebagai bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab niscaya mereka mengatakan, “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah patut (Al-Qur'an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (Rasul), orang Arab? Katakanlah, “Al-Qur'an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”” (QS. Fussilat 41: Ayat 44)
Allah mengabarkan bahwa Al-Qur’an diturunkan menggunakan bahasa Arab kepada Rasulullah ﷺ yang berasal dari tanah Arab. Dengan demikian, maka hendaklah direnungkan maknanya yang sesuai bahasa yang digunakan dan dipahami di tempat turunnya.
Ustaz Fauzan mengajak renungkan Al-Qur'an |
Kalau saja Allah menjadikan Al-Qur’an dengan bahasa Ajam (selain bahasa Arab), maka orang-orang musyrik Arab ketika itu pasti akan berkata, “Tidakkah sebaiknya ayat-ayatnya menggunakan bahasa kami sehingga kami bisa memahaminya?!”
Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Sementara pada orang-orang yang tidak beriman, pada telinga mereka ada penyumbat atau ketulian dan mereka buta terhadapnya. Mereka itu seperti orang-orang yang dipanggil atau diseru dari tempat yang jauh.
Tentang Al-Qur’an sebagai penyembuh, ada sebuah kisah yang termaktub dalam Shahih Bukhari. Ada sekelompok sahabat dalam perjalanan dan melewati sebuah kampung tapi penduduk tidak mau menjamu makanan.
Penduduk kampung itu ada yang bertanya, “Apa di antara kalian ada yang bisa ruqyah, karena pemimpin kami kena penyakit misterius setelah tersengat binatang?”
Para sahabat itu menjawab bahwa mereka bisa meruqyah. Lalu dibawalah mereka mendatangi pemimpin kampung itu, meruqyahnya dengan membaca Surat Al Fatihah dan sembuh seketika.
Lalu peruqyah tadi diberi seekor kambing, tapi enggan diterima. Ia mendatangi Nabi dan mengisahkan hal itu. “Wahai Rasulullah, aku tidak meruqyah, aku hanya membaca surat Al fatihah.”
Rasulullah ﷺ tersenyum dan bersabda, “Kamu berhak mengambil kambing itu dan potongkan untukku sebagiannya untuk kita makan bersama kalian.”
Kisah tersebut memberi pelajaran bahwa menggunakan ayat suci sebagai perantara pengobatan diperbolehkan. Meski demikian, dalam hati kita senantiasa harus yakin bahwa penyembuh itu adalah Allah ﷻ. Sementara bacaan Surat Al Fatihah hanyalah perantara, seperti halnya ikthiar lain untuk mendapatkan kesembuhan.