MEDIA AN NUUR─Jumat, 19 Mei 2023. Ustaz Ahmad Sarwiji Majid pada kesempatan pembukaan kajian rutin malam Sabtu di Gedung Dakwah Muhammadiyah Weru, menyampaikan sebuah fenomena tentang manusia setengah Muhammadiyah yang konon sempat mencuat di kalangan persyarikatan.
“Istilah manusia setengah Muhammadiyah, memancing respons beragam. Ada yang langsung komentar sinis berburuk sangka, ada yang merenungkannya, ada pula yang sama sekali diam tak ambil peduli,” kata Ustaz Sarwiji yang juga menjabat sebagai sekretaris Korps Mubaligh Muhammadiyah Cabang Weru ini.
Ustaz Sarwiji ingatkan tentang manusia setengah Muhammadiyah |
Istilah tersebut muncul pada sebuah artikel yang ditulis oleh Portito, Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center Sumatera Barat. Definisi sederhananya adalah seseorang yang tidak benar-benar mengabdikan diri kepada persyarikatan Muhammadiyah namun tetap bernaung di dalamnya.
Ustaz Sarwiji menukil dari artikel yang ia baca di internet tersebut, mengatakan bahwa setidaknya ada 4 karakteristik manusia setengah Muhammadiyah. “Karakteristik yang pertama, mencari keuntungan materi dalam Muhammadiyah tetapi tidak mau berjuang untuk Muhammadiyah.”
Tipe pertama ini bisa jadi berstatus sebagai pegawai, guru, dosen, rektor, kepala sekolah, direktur RS, direktur BTM, manager swalayan dan seterusnya. Mereka digaji secara profesional oleh persyarikatan namun tidak pernah berpikir dan bertindak untuk membesarkan Muhammadiyah.
“Sebenarnya dilematis juga, misal ketika sekolahan Muhammadiyah membuka pendaftaran tenaga pengajar mata pelajaran tertentu, ternyata yang mendaftar guru-guru non-Muhammadiyah,” ungkap Ustaz Sarwiji lebih lanjut. “Sementara anggota Muhammadiyah tak ada yang mendaftar dengan berbagai alasan. Mau tak mau maka orang luar Muhammadiyah yang masuk ke amal usaha yang membutuhkan tenaganya.”
Karakteristik kedua, lanjutnya, masuk Muhammadiyah untuk membesarkan dirinya bukan untuk membesarkan Muhammadiyah. “Segala potensi yang dapat menjadikan dirinya bersinar akan diburu sampai titik darah penghabisan, menghalalkan banyak cara adalah hal biasa yang penting tujuan utamanya tercapai.”
Lanjut yang ketiga, bercitra Muhammadiyah tetapi kosong dari napas perjuangan. Kata Ustaz Sarwiji, kelompok manusia ini biasanya hadir musiman, saat akan ada muktamar, musywil, musyda dan seterusnya. Namun, sejatinya ia bukan pejuang dalam persyarikatan ini.
Yang terakhir atau keempat, mengaku Muhammadiyah tetapi tidak pernah ikut kajiannya. Kelompok ini kalau bayar zakat tidak lewat LazisMu. Bahkan mereka tidak memahami ideologi Muhammadiyah, tidak memahami manhaj dan konsep pemikirannya.
“Bahan renungan juga buat kita. Lihatlah, kajian malam Sabtu kita semakin sedikit saja pesertanya,” kata Ustaz Sarwiji. “Jangan-jangan kita ini masuk karakteristik keempat, ngaku warga Muhammadiyah tapi enggan hadir dalam kajian Muhammadiyah.”
Memang tak dipungkiri, bahwa karakteristik manusia setengah Muhammadiyah ini sangat banyak di persyarikatan. Kalau fenomena semacam ini tidak mendapat perhatian khusus, maka akan kosonglah amal usaha dari ruh kemuhammadiyahan. Semoga menjadi renungan bersama.