NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANLITE104

Kasus Nikah Hamil, Bolehkah Menikahkan Wanita yang Sedang Hamil?

MEDIA AN NUUR─Jumat, 20 Januari 2023. Pengajian rutin malam Sabtu di Gedung Dakwah Muhammadiyah Weru (Kalisige, Karakan, Weru). Diselenggarakan Korps Mubaligh Muhammadiyah Cabang Weru. Malam ini kajian disampaikan oleh Ustaz H. Muhammad Syafi'i (Kepala KUA Weru) tentang nikah hamil.

Bertugas di Kantor Urusan Agama tidak semudah yang dibayangkan. Urusan menikahkan pasangan manusia adalah urusan hukum. Kasus hamil di luar nikah sangat banyak terjadi di sekitar kita. Sangat memprihatinkan. Sebuah pertanyaan yang kemudian muncul, bolehkah menikahkan wanita yang sedang hamil?

Bolehkah Wanita Hamil Menikah?

Hukum pernikahan di Indonesia yang juga berdasar pada Al-Qur'an dan Sunah menyebutkan bahwa wanita hamil boleh dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Tidak boleh menikahkan wanita hamil dengan lelaki lain yang bukan bapak biologis dari janin yang dikandungnya. Tapi tetap tidak boleh menikahkan wanita yang masih dalam masa iddah.

Tentang Masa Iddah

Masa iddah adalah masa menunggu bagi perempuan yang dicerai oleh suami, baik cerai hidup maupun cerai mati (ditinggal suami meninggal), untuk tidak menikah lagi selama iddahnya itu belum selesai.

Ustaz Syafi'i
Ustaz Syafi'i jelaskan tentang nikah hamil

Merujuk QS Al Baqarah ayat 228, masa iddah bagi wanita cerai hidup adalah 3 kali masa suci haid. Bagi yang cerai mati masa iddahnya 4 bulan 10 hari seperti dijelaskan pada QS Al Baqarah ayat 234. Namun, jika dalam kondisi hamil, wanita yang cerai dari pernikahan sah itu masa iddahnya adalah sampai lahirnya si bayi. Bisa dibaca pada QS At Talaq ayat 4.

وَا لْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَ بَّصْنَ بِاَ نْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْٓءٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْۤ اَرْحَا مِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَا دُوْۤا اِصْلَا حًا ۗ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۖ وَلِلرِّجَا لِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَا للّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 228)

وَا لَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَا جًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَ نْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِ ذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَا حَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْۤ اَنْفُسِهِنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 234)

وَا لّۤـٰـئِـيْ يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَآئِكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشْهُرٍ ۙ وَّا لّۤـٰـئِـيْ لَمْ يَحِضْنَ ۗ وَاُ ولَا تُ الْاَ حْمَا لِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۗ وَمَنْ يَّـتَّـقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ یُسْرًا

Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq 65: Ayat 4)

Wanita Hamil karena Zina tidak Punya Masa Iddah

Perlu diketahui, wanita hamil karena zina tidak memiliki masa iddah, sehingga wanita hamil karena zina bisa langsung dinikahkan. Fatwa Tarjih Muhammadiyah juga memilih pendapat tersebut. Juga memperbolehkan suami untuk menyetubuhi istrinya, sebab wanita yang telah hamil tidak akan mengalami konsepsi. Sehingga larangan untuk tidak menggauli istri itu gugur.

Sementara anak hasil zina dinasabkan kepada ibunya sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100 yang berbunyi: “Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya” dan Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 43 ayat (1) yang berbunyi: “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

Berdasar kajian Ustaz H. Muhammad Syafi'i (Kepala KUA Weru) melalui Facebook Sarwiji Majid, dengan penambahan referensi dari website Tarjih.co.id, Pwmu.co, dan Suaramuhammadiyah.id

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822