MEDIA AN NUUR─Dunia adalah kesenangan yang menipu, senda gurau, dan tak ada gunanya. Sehingga manusia yang diciptakan untuk beribadah pada Allah ﷻ, justru menjadi hamba-hamba dunia yang hidup hanya untuk memburunya.
Berlimpah anugerah telah diberikan Allah ﷻ kepada kita semua, termasuk anggota tubuh yang berfungsi sempurna. Mensyukuri anggota tubuh dengan memanfaatkan untuk ketaatan maka akan ditambah rezeki dan lebih memberikan manfaat.
Ust. Burhan Sodiq sampaikan taushiah |
Ada sebuah hadis yang patut dijadikan renungan bersama tentang manusia dengan hidayah dan ilmu yang diibaratkan tanah dengan air hujan. Dari Abu Musa, Nabi ﷺ bersabda,
مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang diberikan hidayah seperti tanah dengan air hujan. Ada tanah yang ghaits, saat terjadi hujan bisa menyerap air sehingga yang semula tandus menjadi tanah yang subur dan menumbuhkan tanaman-tanaman, baik sayur, buah, maupun tanaman hias.
Kita bersemangat dalam menuntut ilmu, senang pada kebaikan-kebaikan, selalu ingat salat saat tiba waktunya meski pada kondisi apapun. Orang seperti inilah diibaratkan tanah ghoits. Mendapatkan ilmu kemudian disebarluaskan pada orang lain di sekitarnya. Di manapun berada maka ia menyuburkan ilmu.
Pengibaratan hidayah seperti tanah yang kedua adalah ajadib, yaitu yang ketika hujan mampu menampungnya sehingga hewan bisa meminumnya ketika hujan berhenti turun. Tanah seperti ini tidak bisa menumbuhkan tanaman.
Orang seperti ini sering mendatangi masjid dan berzikir, tapi di tengah masyarakat tidak ada kiprah ataupun mendakwahkan Islam pada orang lain. Jadi hanya mengamalkan ilmu yang dimiliki untuk diri sendiri.
Pengibaratan ketiga adalah qi’an, tanah yang tandus. Tak bisa menyerap air hujan dan tak mampu menampungnya. Orang seperti ini meski berada di lingkungan masjid tapi tak tertarik sama sekali untuk salat berjamaah, tak ada kesukaan pada pengajian.
Bersyukur pada Allah ﷻ akan karunia umur. Ketika usia kita masuk 40 tahun maka akan mulai dikurangi nikmat kesehatan. Banyak yang mulai meninggalkan dunia hitam. Rambut hitam berubah memutih. Fungsi anggota tubuh berkurang. Maka pada usia inilah harus menjadi titik balik menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Masa muda sudah lewat dan masuk ke usia tua.
Yang semula mengejar dunia, maka pada usia 40 tahun hendaknya ia lebih banyak fokus untuk akhirat. Memanfaatkan harta untuk sedekah, mempergunakan waktu untuk hadir di majelis taklim.
Ketika Kiamat tiba Malaikat Israfil meniup sangkakalanya. Maka akan datang masa penghitungan amal. Semua amalan umat muslim berapapun beratnya akan dihitung. Saat itulah Allah ﷻ tunjukkan kitab catatan amal tersebut.
ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَا دِنَا ۚ فَمِنْهُمْ ظَا لِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚ وَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚ وَمِنْهُمْ سَا بِقٌ بِۢا لْخَيْرٰتِ بِاِ ذْنِ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُ
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” (QS. Fatir 35: Ayat 32)
Akan terdapat 3 macam kelompok manusia dari amalnya semasa hidup di dunia. Ada yang disebut zalimun linafsih yakni orang yang lebih banyak kesalahannya. Kemudian ada yang disebut muqtaṣid (tengah) adalah orang yang seimbang antara kesalahan dan kebaikannya. Dan yang terbaik adalah sabiqun bil-khairat, yaitu orang yang lebih banyak kebaikannya.
Ringkasan Pengajian Ahad Pagi PCM Weru di Gedung Dakwah Muhammadiyah Weru (Kalisige, Karakan, Weru) pada 6 November 2022 yang disampaikan oleh Ust. Burhan Sodiq (Solo)