MEDIA AN NUUR─Selasa, 11 Oktober 2022. Kegiatan sore ini, santriwan-santriwati TPQ An Nuur jadwalnya praktik ibadah. Sebelumnya, pertemuan dibuka dengan membaca Surat Al Fatihah dan doa sebelum belajar. Pembacaan Ikrar Santri dipimpin oleh 2 santriwati yakni Fika dan Meisya.
Selanjutnya, Pak Wakhid memulai kegiatan praktik ibadah. “Saya akan bercerita, tapi nanti ceritanya langsung dipraktikkan oleh kalian yang ditunjuk,” kata Pak Wakhid.
Cerita dimulai. “Suatu hari Bara berjalan. Ayo, Bara maju ke depan dulu,” tunjuk Pak Wakhid pada santriwan bernama Bara. Bara maju ke depan. “Bara berjalan menuju ke masjid. Sampai di masjid tibalah waktu salat, maka Bara mengumandangkan azan.”
Bara malu-malu, Pak Wakhid mengatakan untuk sekadar berpura-pura melakukannya. “Mendengar azan berkumandang, Fauzi segera berangkat ke masjid,” kata Pak Wakhid melanjutkan. Santriwan bernama Fauzi maju.
“Kemudian, Husna juga hendak ke masjid, maka ia mengajak Naura berangkat bersama.” Santriwati bernama Husna dan Naura maju ke depan. Selanjutnya Bara mengumandangkan iqamat. “Fauzi jadi imam salat berjamaah, ya,” tunjuk Pak Wakhid.
Praktik salat jamaah dan makmum masbuk |
Pak Wakhid berkata pada seluruh santri yang hadir, “Semua perhatikan, ya. Bagaimana posisi imam dengan makmum laki-laki cuma 1 orang, dan 2 makmum perempuan?”
Beberapa santri saling sahut menjawab pertanyaan itu. Sebagian memang sudah paham. Fauzi dan Bara pun sudah menempatkan diri bersiap salat jamaah. Bara berdiri sejajar Fauzi yang jadi imam.
“Betul sekali, posisi makmum laki-laki disamping kanan imam. Jangan di belakangnya ya, kalau cuma seorang. Bukan juga di samping kiri,” kata Pak Wakhid. “Untuk 2 makmum perempuan membuat saf di belakang.”
Fauzi sudah mulai takbiratul ikhram diikuti ketiga makmumnya. Pak Wakhid melanjutkan cerita. “Kemudian datanglah Zaidan dan hendak ikut salat jamaah. Apa yang harus dilakukan Zaidan melihat Fauzi dan Bara posisinya bersebelahan?”
Zaidan menyentuh pundak Bara sebagai tanda ingin ikut berjamaah. Bara mundur untuk membentuk saf di belakang imam bersama Zaidan. Fauzi sang imam kemudian melakukan gerakan ruku diikuti makmum. “Hati-hati, ya, makmum tidak boleh mendahului gerakan imam,” kata Pak Wakhid mengingatkan.
Saat ruku, datang Maisya dan Raisa untuk gabung jamaah. Keduanya langsung bertakbir dan ikut ruku di saf makmum perempuan. Agar berimbang, satu di sebelah kanan satu di sebelah kiri. “Kalau makmum baru datang masih bisa ikut ruku, maka masih terhitung satu rakaat,” kata Pak Wakhid menjelaskan.
Gerakan selanjutnya iktidal atau bangkit dari ruku. Saat itulah muncul Haikal. “Nah, Haikal ini tidak bisa menyusul rakaat pertama karena sudah lewat gerakan ruku. Sebutannya adalah makmum masbuk. Tapi Haikal tetap harus langsung gabung iktidal lho, ya. Jangan menunggu sampai bangkit untuk rakaat kedua.”
Salat berlanjut sujud. Lalu duduk di antara 2 sujud. Sujud lagi. Kemudian bangkit berdiri untuk rakaat selanjutnya. “Tiba-tiba terdengar suara merdu, imamnya kentut! Maka batallah salat Fauzi sebagai imam.”
Fauzi meninggalkan tempat imam dan menuju ke tempat wudu. “Imam batal, apakah para makmum ikutan batal dan bubar?” tanya Pak Wakhid. Anak-anak menjawab agar imam digantikan makmun di belakangnya. “Betul, makmum yang di belakang imam maju menggantikan jadi imam untuk melanjutkan salat jamaah.”
Untuk itu, dalam melaksanakan salat berjamaah, orang yang menjadi makmum di belakang imam haruslah orang yang paham agama. Harus bisa menjadi pengganti saat imam batal salatnya.
Ketika salat jamaah sudah sampai pada duduk tahiyat akhir datanglah Nizam. Nizam ini sudah tidak kebagian satu rakaat pun. “Lalu, apa yang harus dilakukan Nizam? Salat sendirian atau gabung jemaah meski sudah duduk tahiyat akhir?” tanya Pak Wakhid.
Jawabannya tentu saja Nizam tetap bergabung menjadi makmum masbuk. Tidak dihitung satu rekaat, tapi tetap dihitung sebagai salat berjamaah. “Berapa derajat perbandingan salat munfarid dengan salat jamaah?” Salat jemaah bernilai 27 derajat dibanding salat sendirian.
Setelah imam salam, maka makmum yang ketinggalan salat berdiri melanjutkan rakaatnya. Nah, masuklah Fauzi yang tadi batal salat. Melihat masih ada yang melanjutkan rakaat, maka Fauzi boleh berdiri di samping kanan Nizam dan menjadikannya imam.
Setelah salat selesai, Haikal melaksanakan salat sunah bakdiyah. Salat sunah setelah berjamaah salat fardu. Tiba-tiba datanglah Iqbal. Melihat ada Haikal salat, Iqbal segera berdiri di samping kanan Haikal dan bermakmum kepadanya.
“Bagaimana ini, Haikal kan salat sunah, kok tiba-tiba Iqbal yang baru masuk masjid malah menjadikannya imam? Bagaimana kalau terjadi begini? Boleh apa tidak?” tanya Pak Wakhid. Anak-anak menjawab tidak boleh.
Pak Wakhid segera menjelaskan. “Jika terjadi seperti ini, Haikal tetap melanjutkan salat mengimami Iqbal. Haikal tetap dengan pahala salat sunahnya, sementara Iqbal mendapat pahala salat fardu berjamaah. Jadi tak perlu Haikal membatalkan salat dan menyuruh Iqbal salat sendiri, ya.”
Pak Wakhid mengatakan jika Iqbal tahu bahwa Haikal salat sunah, maka ia tak boleh menjadikannya imam. Jika tidak tahu dan mengiranya salat fardu sendirian maka bermakmum seperti contoh ini tidak mengapa.
“Demikianlah cerita kita kali ini,” kata Pak Wakhid mengakhiri kisah yang disampaikannya. “Saya harap kalian bisa paham bagaimana cara salat berjamaah dan menjadi makmum masbuk.”
Sebagai tambahan, Pak Wakhid memanggil maju Zaidan dan Husna yang kakak-beradik. Keduanya diminta praktik posisi jamaah berdua, 1 imam laki-laki dan 1 makmun perempuan. Posisinya adalah imam berdiri di belakang makmum, bukan di samping kanannya.
Demikian kegiatan praktik ibadah pada kesempatan sore ini. Pertemuan diakhiri dengan membaca Surat Al Ashr dan doa kafaratul majelis secara bersama-sama. Santri TPQ An Nuur bubar setelah bersalaman dengan ustaz-ustazah mereka.
Wah ada yang lupa kemarin gak dipraktikkan, yakni cara mengingatkan imam yang salah rakaat atau gerakannya.
BalasHapus